Kali ini, saya mau menulis singkat tentang perenungan saya tentang perekonomian. Ngga ndakik-ndakik kok, ini masalah sudut pandang terkait hemat-boros.
Setiap rumah tangga yang tidak masak dan tidak mencuci dirumah pasti punya pengeluaran lebih. Apakah itu boros? Dengan ngontrak selama di dak rumah tinggal kita, perspektif ini muncul.
Jika mau dihitung-hitung dengan detil dan rinci, hidup memang njelehi. Tapi ndak ada salahnya ya, untuk bahan pertimbangan dan pembelajaran. Jika tiap hari kita memasak dan mencuci, bisa jadi sangat lebih hemat pengeluarannya. Tapi waktu kita tersita dan tenaga kita terbuang. Selain itu, kita tidak memutarkan roda ekonomi dunia, kita cuma ke swalayan atau warung beli bahan masak dan cuci, tidak ada jasa yang terbayarkan (waiter, pemasak, gojek, dll).
Tentu hidup hemat adalah suatu yang wajib di perjuangkan. Namun apakah salah jika kita boros-borosan supaya orang lain bisa hidup juga? Sebetulnya ini tidak perlu dipikirkan banget-banget, Allah punya caraNya untuk mengatur semua ini, seperti kasus-kasus dapat uang banyak eh ternyata memang pas ada banyak kebutuhan. Bukan amsyong, tapi memang begitulah adanya.
Kalau kita tidak masak dan tidak cuci, mungkin ini 2 komponen di rumah tangga yang bisa diirit-irit ya, kita tentu perlu orang lain untuk melakukan masak dan cuci. Bisa dengan merekrut pocokan atau ART penuh-waktu. Atau dengan jajan gofood atau beli di warung secara rutin. Pilihannya banyak, tapi semua uang yang keluar dari dompet kita akan masuk dan keluar lagi dari semua dompet orang sedunia.
Pilihan belanjanya juga banyak, ada warung murah dan warung mahal, ada laundry murah dan laundry mahal, tapi percayalah semua uang yang kita keluarkan ada komponen sedekahnya. Akan jadi gaji bin pemasukan bagi orang-orang yang bekerja, sekaligus jadi keuntungan (besar/kecilnya tergantung) bagi pemilik bisnis.
Semua karyawan, ART, driver gojek, dan pemilik bisnis adalah manusia. Yang mana pasti ada masuk dan ada keluar. Makanan jadi eek, uang jadi barang/jasa lagi. Jadi semua di dunia ini sirkular dan holistik. Tak ada kerugian dari pengeluaran kita, dan tak ada keuntungan dari semua pemasukan kita. Semuanya rata dan rejeki sudah diatur oleh Tuhan YMM (Yang Maha Mengatur).
Nah dari segala keluar-masuk ini, hemat-boros ini juga, ada sebuah komponen yang harus diatur yaitu NAFSU DUNIA. Ini termaktub juga pada penghambaan kita pada brand-brand yang kita puja, dikira akan mendatangkan keindahan lebih + hal-hal lain terkait kesombongan dan greed. Memberi makan IG dan Tiktok untuk mendapat validasi. Boros-borosan diluar kemampuan kita, termasuk sedekah yang keterlaluan sampai anak-istri tidak makan. Ini harus dikontrol.
Jadi, hemat-boros itu tak ada masalah selama NAFSU DUNIA ndak masuk dalam perhitungannya. Semua uang yang keluar adalah sedekah kita pada kehidupan, semua uang yang masuk adalah sekedar pemberian Tuhan yang dititipkan dan akan diambil dengan cara paksa atau halus.
Entah kenapa, sampai hari ini saya masih yakin bisa punya ina-itu di dunia ini pada waktu yang tepat dan tidak harus beli. Banyak orang baik di dunia ini, dan kita senantiasa semoga selalu ingin jadi satu dari banyaknya orang itu.
Dengan segala bisik kanan-kiri sekolah yang begitu mahal di Jabodetabek, pertanyaan saya “emang harus sekolah ya?”. Ini semua masalah sudut pandangan dan rasa. Stroberi atau nanas? Roti bakar po! Investasi dan Konsumsi adalah dua hal yang bisa kita label secara subjektif pada setiap pengeluaran kita.
Semoga dunia kita penuh dengan penghayatan niskala, sebagai penyeimbang bagi hidup yang penuh dengan materi tangible ini.
Pondok Cabe, 6 Agustus 2024
Nihan Lanisy
Leave a Reply