Beberapa feeling tidak bisa dipungkiri
Sore ini, hujan deras sekali menemani pulang dari kantor. Seperti hujan badai yang mana akan menyebabkan banyak genangan. Mungkin ada sekitar 6 genangan mayor yang membahayakan kelangsungan nyala mesin motor tuaku ini.
Dengan bismillah ku terobos genangan-genangan itu. Akhirnya di genangan sebelum Pasar Parung ada sebuah perasaan yang sangat kuat kalau mesinnya mati. Aku tabrak dengan pelan dan mbleyer-mbleyer dengan harapan air tak masuk kenalpot atau mematikan mesinku. Alhamduiillah, genangan terlewati.
10 meter dari genangan itu, mesinnya mulai brebet-brebet. Aku pun minggir dan mesin tak mau nyala lagi. Hujan deras banget sampai aku minum airnya yang netes-netes bagai sentoran dispenser di rumah.
Aku menghela nafas barang lima menit dan aku longok lapak sebelahku berteduh. Ada kompresor angin ban dan beberapa asesoris motor. Ini bengkel atau cuma tambal ban saja ya? Alhamdulillah ternyata aku berhenti pas disebelah bengkel ala kadarnya.
Busiku di lap dan akhirnya nyala lagi.
“Masih banyak genangan di depan mas”, kata si Bapak
“Gapapa, Pak. Kalo mati ya biar mati, sambil berhenti-berhenti biar ga capek”
Kira-kira itu sikap hidupku kalau sudah berhadapan dengan hal-hal yang tak bisa kita atur dan prediksi. Disitu ada masalah, pasti ada solusi. Meski solusinya tidak pas di depan mata, harus pakai beberapa usaha yang menguras tenaga fisik dan tenaga mental.
Yang jelas, perjalanan dari bengkel itu sampai rumah ditemani rintik hujan yang syahdu. Tuhan inginkanku menunggu sebentar untuk memberi jeda bagi air-air untuk bisa mengalir ke tempatnya. Genangan surut, aku melaut.
Bogor, 5 Juni 2023
Nihan Lanisy
Leave a Reply