Perlu dipahami ini bukan postingan keluhan ya, tak ada guna mengeluh. Mending tidur, sambil ngeluh.
Sewaktu saya keterima menjadi dosen di UT. Tetangga saya, dosen di salah satu kampus di jogja, meyakinkan lagi ke saya
“Serius mau jadi dosen? Matinya cepet lho?”
Kok bisa? Saya bingung, apa hubungan mati cepet sama jadi dosen. Jadi temen-temen beliau, mungkin usianya 40an sudah meninggal 3 atau 4 orang kalau tidak salah. Kenapa? “Nanti kan tau sendiri”, kata beliau.
Setelah 2 tahun menjalani profesi menjadi dosen dengan hashtag #purapuradosen ya ternyata ada benarnya juga ucapan beliau. Terimakasih ya mas sudah mengingatkan.
Mengapa? Nih saya kasih tau analisis gembel saya, ini sangat tidak ilmiah dan sangat subjektif ya. Semoga kamu tidak setuju.
Pertama: tugas dosen itu ada 3 yang inti, Tridharma terdiri dari pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Setiap komponen ini, printilannya banyak sekali. Misal: pengajaran terdiri dari menyiapkan materi yang diajarkan, bikin soal ujiannya, jawabannya, pedoman penilaiannya, dll. Penelitian apa lagi, bikin proposal, cari data, koordinasi sana-sini, nulis artikel untuk publikasi, revisi, dan sebagainya. Pengabdian apa lagi, nilai kredit untuk dosennya kecil tapi printilannya banyak, menyita waktu ke lapangan ketemu masyarakat, menyiapkan materi pendampingna, dan apalagi bikin laporannya, laporan keuangannya apalagi hihi.
Apakah cuma itu? ya tidak dong, dosen kan bagian dari sebuah institusi yang punya banyak gawe atau hajat. Gini deh, saya kasih studi kasusnya aja
Senin, Selasa, Rabu ini cukup intens buat saya. Kenapa? Pertama, saya ikut seminar offline. Harus hadir dan presentasi, artinya menyiapkan presentasi dan hadir menyimak pemaparan panelis. Sambil juga jalan perkuliahan yang harus ditanggapi dan dicek diskusi-diskusinya. Sambil ada penelitian yang harus mengirimkan pertanyaan peneliitan ke responden. Ada juga 3 pengabdian yang harus dikoordinasikan dalam waktu yang sama. Belum lagi ada 3 event yang saya jadi penanggungjawab utamanya: ya bikin poster, ya kontak sana-sini, ya memastikan ini-itu, dll.
Apakah saya mengeluh? Tidak. Tapi pekerjaan multitasking multiverse ini memang sangat riskan untuk menumpuk gumuk pasir dikepala, menyumbat saluran darah jantung, meningkatkan berat badan karena pingin makan, dan stres lain yang menjadi latar belakang.
Maka dari itu, kadang saya memutuskan menunda salah satu pekerjaan. Harus ada yang dikorbankan. Daripada sakit atau mati. Berproses selama 2 tahun ini, saya mencoba untuk mengurangi sifat perfeksionis (jika ada dan jika muncul) serta menggunakan filosofi “let it flow” untuk semua hal yang jalan bersamaan dan menuntut banyak hal dengan paripurna.
Ini sekali lagi bukan keluhan ya. Saya cuma mau cerita. Barangkali ada dosenmu yang kalo bales chat lama atau kasih nilai telat, mungkin karena ini. Apakah harus dimaklumi? jangan, lawan dan tuntut hak kalian mahasiswa hehe. Supaya kita semua, para dosen, kembali ingat tugas kita paling inti apa. Apakah itu? Istirahat hehe
Semoga tidak mati cepat, tapi manut sama kersane Gusti mawon nek kula. Sehat-sehat semua dosen se-Indonesia. Yang bukan dosen tentu juga masuk dalam list doa saya.
AI semoga bisa bantu pekerjaan kita. Kalo gabisa nanti aku minta bantuan UEO. AIUEO.
Kesehatan adalah hal utama, jangan sampai tertipu dengan adanya asuransi yang jadi sandaran sakitmu. Sandarkan hidup pada kebaikan Allah SWT, kerja kita untuk ngisi waktu nunggu mati sambil diantara solat dan berbuat baik lainnya. Tapi bukan maksudnya jadi males dan suka mengeluh. Semoga cita-cita pengangguran berpenghasilan tinggi segera tercapai, di metaverse wkwk.
Sekali lagi, bukan bermaksud merasa kerjaan saya paling banyak. Tentu lebih banyak yang lebih sibuk dan menekan pekerjaannya ya. Hanya memberi secuil screenshot dari hidupku dan mungkin hidup orang-orang yang serupa.
Yogyakarta, 25 Oktober 2023
Nihan Lanisy
Leave a Reply