Gendeng

Gendeng (bahasa jawa), bisa gila, bisa atap. Tergantung cara bacanya.

Dibalik atap itu, pernah ada seseorang tinggal sebatangkara. Lebih tepatnya bersama burung-burungnya dan rempah-rempahnya. Meninggalkan dunia dalam kesendirian dan diam, dengan tv yang masih menyala dengan suara keras.

Niat hati meminta maaf, tak sampai waktunya. Meninggal dalam diam dan mendiamkan tetangga sebelahnya. Kasus Yai Mim vs Sahara yang viral, mengingatkanku pada sosok beliau. Seorang tetangga yang peduli dan menyayangi tetangganya dengan cara yang agak lain, dengan segala plus minusnya.

Dalam sunyiku, kadang kudoakan beliau. Meskipun dia bukan temanku, bukan saudaraku, dan lain-lain. Aku takut jiwanya kesepian tanpa doa, sebab konon banyak yang tak suka dengannya terlebih anak istrinya sudah tiada.

Semoga semua jiwa tenang dan saling mendoakan dalam hidup dan matinya. Doa adalah makan siang yang gratis untuk jiwa dalam raga maupun jiwa yang tak beraga.

Membalas kebencian dengan cinta, memaafkan yang tak meminta maaf. Mungkin ini yang sedang kulakukan. Ataukan jangan-jangan aku yang benci dan aku yang belum minta maaf, semua adalah renungan panjang tak berujung.

Bogor, 12 Oktober 2025

Nihan Lanisy

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *