Saya merasa tersinggung ketika Okta jastip roti unyil Bogor ke Jogja. Pada pagi yang sama ketika saya sampai Jogja juga dari Bogor. 30k biaya jastipnya, belum sama ongkos gosendnya dari lokasi mbak jastip ke lokasinya.
Pagi itu, saya minta diajari tentang jastip-jastipan, pasalnya saya mau pulang dari Jogja ke Bogor. Iseng aja sih, bukan cari uang beneran. Saya sebagai orang yang tidak tergabung di WAG Jastip apapun ingin memahami bagaimana dunia bekerja haha.
Saya postinglah di status WA saya pagi itu: menerima jastip Jogja-Bogor. Bakpia Kurnia Sari/Bakpia Tugu. Eh ada beberapa orang yang nitip. Terus ada beberapa ibu-ibu yang mungkin jarang sekali WA saya, jadi kontak. Begitu pula, saat saya terus-terusin keisengan saya dengan posting jastip di status WA, ada kontak-kontak yang tak pernah mampir jadi mampir.
Semuanya perempuan/ibu-ibu. Hampir semua, ada 1 yang laki-laki hehe.
Hal ini menjadi diskusi saya dan istri saya, mengingat istri saya, layaknya ibu-ibu lain (mungkin), tergabung pada beberapa WAG Jastip. Ternyata banyak ya yang suka jastip. Lebih generalnya lagi, ibu-ibu mungkin memang suka belanja.
Saya tidak keberatan dengan hal tersebut. Tapi saya justru bersyukur dengan fenomena ini. Artinya dunia masih berputar saat ibu-ibu masih belanja dan atau jastip-jastipan. Meskipun dunia berhenti berputar, minimal perekonomian masih berputar.
Alhamdulillah. Luar biasa bagaimana Allah mengatur perbedaan laki-perempuan, belanja-tidak belanja, dan segala hal yang kadang bertentangan ini.
Pondok Cabe, 7 November 2024
Nihan Lanisy
Leave a Reply