Semalam aku memproses sebuah prosiding. Prosiding itu adalah ya gitu deh (mbah google please do your magic, bersama om deddy).
Aku jadi merenungi setelah sehari-semalam (siangnya engga) berjibaku dengan Open Journal System. Menghadapi raw material yang masih salah-salah, aku catat, dan aku benarkan sendiri, meskipun mungkin bukan tugasku. Aku coba paksakan selesai malam itu karena sebetulnya harusnya sudah selesai di paginya. Selama mengerjakan, intens sekali, dada berdebar dan ada aliran yang aneh dalam tubuh, terasa. Tapi aku tetap paksakan.
Apakah ini baik? Aku tak tau. Tapi aku mulai menyadari bahwa ada gen “going the extra mile” dalam diriku. Ini aku ingat sekali, pesan dari bapak dan ibukku selalu begitu. Beri orang diluar yang diekspektasikan, maka eureka, ya biasa aja mungkin saat itu tapi pasti ada berkahnya.
Tentu aku sudah melakukan kesalahan, karena molor 1 hari, tapi aku rasa itu worthed karena aku sambil menyapu hal-hal yang tercecer.
Melebihkan 1 meter kedepan terkait pekerjaan tentu akan baik. Fokusnya ke goals, bukan tupoksi atau jobdesc. Apakah baik? Jangan tanya terus, aku tak tau.
Tapi selama aku tau, kalau hidup ini adalah pengabdian dan pelayanan. Ya itu baik.
Saatnya melayani diri sendiri, setelah menjadi pelayan untuk liyan. Semoga tidak jadi Mr. Burnout (seperti usulan Mas Hasta, sambil kita bercanda di mobil mempelesetkan Jono Terbakar) dan tercapai work-life balance.
Tulisan ini cuma untuk memorial saja. Multitasking adalah virus, bukan berkah, beware ttdj.
Dan tentu aku juga belajar “merasakan” saat yang tepat untuk berhenti mengerjakan apapun. Seperti ada momemnnya. Duh sulit njelasin yang gini-gini, harus dialami sendiri. Semoga semua sehat yaa
Pondok Cabe, 2 November 2023
Nihan Lanisy
Leave a Reply