
Sabtu kemarin, akhirnya berkesempatan untuk halan-halan sama Bogor Historical Walk, sebuah komunitas pencinta sejarah di Bogor yang menyelenggarakan walking tour rutin dengan berbagai rute di Kota Bogor. Yang saya ikut kemarin, rutenya tentang stasiun, sekolah, rumah sakit, dan militer masa Belanda. Kami berjalan kaki dari Stasiun Bogor sampai Stasiun PETA, dekat Air Mancur. Saya ajak anak wedok yang ternyata satu-satunya peserta anak-anak, alhamdulillah mau ikut sampai selesai walau kadang cape dan bosen, obatnya Tomoro wkwk.

Ini adalah kali pertama saya ikut walking tour, kalau saya tidak salah ingat. Asik dan menarik ternyata mengetahui sejarah dari tempat kita tinggal. Tempat yang kita lalu lalangi tiap hari, ternyata menyimpan banyak cerita. Beberapa peserta terlihat sudah saling mengenal, namun ada juga yang terasa keasingannya. Tapi banyak juga yang akrab gara-gara jalan kaki selama kurang lebih 3,5 jam. Pesertanya dari mana-mana: Tangerang, Bintaro, Jakbar, Jaksel, dan tentunya Bogor dari berbagai penjuru mata anginnnya. Rentang usianya juga menarik dari anak usia 9 tahun sampai ibu-ibu yang saya perkirakan mungkin usia 50 tahun lebih #soktau.

Dimulai jam 8.15 WIB, Kang Ian, founder komunitas Bogor Historical Walk, mengumpulkan peserta dan memberi gambaran awal. Kemudian semua berkenalan nama dan asalnya. Kang Ian kemudian menceritakan tentang perusahaan kereta Belanda yang beroperasi di Bogor, yang pada akhirnya bisa jadi PT KAI saat ini.

Kita juga diajak masuk ke ruang VIP Stasiun Bogor, dimana jaman dahulu jadi tempat singgah Gubernur Jenderal Belanda kalau perjalanan dari/ke Bogor, sekarang masih dipakai ruangannya jika ada tamu-tamu penting atau pejabat PT KAI, tapi bukan untuk kita rakyat jelata yang berdesak-desakan di KRL hehe. Oya, Stasiun Bogor ternyata ada lantai 2-nya, dengan jendela yang, kata Kang Ian menurut data yang diketahuinya, dapat memandang sampai ke Istana Bogor. “Dulu dari sini kelihatan istana Bogor, sebelum ada Lawson, BRI, dll”, selorohnya. Tapi memang betul sih, kalau tak ada pohon dan gedung-gedung itu, dari pintu alun-alun Stasiun Bogor, dimana lantai 2 itu berada, tentu terlihat Istana Negara dan segala permasalahan dan peluangnya hihi.

Kemudian menyusuri Pasar Anyar sampai ke SD Pengadilan 1, di Jalan Pengadilan. SD itu sudah ada dari jaman Belanda, kami duduk di ruang kelas sambil di dongengi sejarahnya. Saya melihat dinding bagian atasnya ada jaringnya, memang selalu agak tinggi ya atap-atap bangunan Belanda. Padahal di Belanda anginnya dingin sekali, kata teman saya. Saya sih belum pernah ke Belanda, ada yang mau ngajak?

Lanjut ke RS Salak, diseberangnya aja. Melihat foto jaman dulu dan membandingkannya dengan sekarang. “Itu fotonya dari mana?”, tanya saya ke Teh Leni dari BHW dan dijawab bahwa arsip-arsip itu kebanyakan mililk Belanda, ada yang bebas diakses secara online di perpustakaan/universitas di Belanda.

Kemudian perjalanan mampir ke panti asuhan yang bangunannya sangat tua, atapnya tinggi khas bangunan Belanda. Setelah itu, masuk ke Kodim melihat yang dulu disebut Societet Militaire. Kata-kata itu akrab juga bagi saya warga Jogja, ada banguan di utara Pasar Beringharjo yang sering disebut Societet Militaire. Ternyata maksudnya adalah tempat berkumpul dan bersenang-senang orang militer.

Di Kodim, saya malah membayangkan kakek saya dulu kerja di gedung semacam itu. Kakek saya dulu dandim di Banjarnegara, saya belum lahir dan tak sempat bertemu dengannya. Semoga mendapat tempat terbaik disisiNya dan diampuni dosa-dosanya.

Kemudian perjalanan selesai di Museum PETA. Cerita tentang sejarah pertentaraan dari zaman Belanda hingga kini. Di akhir sesi ada quiz berhadiah dan juga rekomendasi bacaan, rutin di tiap episode walking tour.

Saya sempat ngobrol sama salah satu peserta, orang Bogor namun sering ikut walking tour di Jakarta, karena slot BHW sering penuh. Misal, dibuka jam 11 pendaftarannya, lebih 5 menit saja slotnya terisi penuh. Pemaketan dari trip BHW yang saya ikut kemarin menarik sekali. Dengan membayar Rp 105.000, peserta mendapatkan pin BHW dg logo PT KAI-nya Belanda, 1 roti buaya, foto-foto, pengalaman, serta sumbangan sembako untuk panti asuhan.

Trip menjadi lebih menarik karena interaktif. Peserta boleh bertanya selama jalan dan asiknya boleh sambil cerita jika kita punya pengetahuan/pengalaman yang bisa dibagi.

Terimakasih BHW atas pengalamannya. Maaf kalau di cerita-cerita ini banyak penulisan yang salah, soalnya saya agak ketinggalan di belakang pas jalan jadi sudah dapat informasinya tentang sejarah yang terlewat didengar lagi hehe.
Bogor, 16 Februari 2025
Nihan Lanisy
Leave a Reply