Siang ini aku merasakan kantuk. Aku ke dapur kantor, biasanya disebut pantry, terus merebus air, mengambil mug, menyendok 1 sendok teh kopi kapal api, dan menubruknya. Diaduk 7x dengan bismillah menyertai, jadilah obat kau.
Sore sebelum pulang kantor, kopinya masih tersisa mungkin 30ml. Kok kebetulan di Youtube ada konten baru Raditya Dika yang ngobrol sama Mikael Jasin, barista juara dunia tahun 2024 ini.
Mereka ngobrol dengan cara yang santai dan humble, menurut saya. Tiba-tiba saya punya ide untuk memotret mug saya dan layar PC saat Mikael Jasin bercerita.
Semiotika.
Aku pernah belajar kopi yang diseduh dengan timbangan dan pengukur suhu. Serta tak lupa berinvestasi untuk cicip kopi sana-sini dan bereksperimentasi. Hasil itu semua adalah aku jualan kopi juga, dengan setengah-setengah jadi pendekar kopi. Semakin sering membuat kopi, tapi jenis seduhan favoritku malah berubah ke kopi tubruk. Kesederhanaannya yang memikatku. Tidak repot dan tidak banyak ukuran.
Eureka momen telah lewat. Peminum kopi kapal api yang mengenal kopi-kopi single origin, tentu terasa awe-nya. Kemudian grafik itu turun dan semakin melandai dan njlungup. Masuklah lagi aku ke budaya kopi yang asal seduh dan asal ngopi.
Ini soal pilhan. Tapi memang kopi jika dipilih bijinya dan diseduh dengan repot tetap ada rasa nikmatnya, justru terkadang yang dicari rasanya seperti teh, bukan kopi lagi. Saya masih menikmatinya kadang-kadang, tapi candu itu sudah hilang. Kopi yang kubeli dari Pier Coffee dari beberapa bulan yang lalu pun sudah tak tersentuh lagi, cuma untuk nostalgia saja. Romantik.
Tapi aku masih percaya, beberapa kopi punya keajaibannya. Seperti kopi liong yang lebih nikmat, di pencecap saya, dibanding Kapal Api. Apalagi kopi Pak Noneng di Caruban yang digoreng sendiri, digiling sendiri, dan diseduhkan dengan bayaran yang tak lebih dari Rp 5000.
Nikmat mana lagi yang kita dustakan. Kalo bisa repot, kenapa dibuat mudah. Mungkin ini kredo bagi orang yang ada disisi kelebihan uang, kelebihan waktu, dan kelebihan lainnya. Tulisan ini bukan untuk menyinggung, tapi kesederhanaan, minimal untuk saya, selalu lebih nikmat.
Ga nolak sih kalo dijajanin tapi wkwk
Pondok Cabe, 18 Juli 2024
Nihan Lanisy
Leave a Reply