
Studio adalah lingkungan yang dibuat supaya banyak hal bisa dikontrol. Misal studio diatas, dicat putih dan ada sisi yang melengkung, kata temen tentang lantai yang melengkung itu kaitannya sama bayangan supaya tidak patah. Studio musik juga sama, dibuat ada peredam supaya tidak terekam hal-hal yang tak diinginkan seperti suara motor lewar, pedagang bakso dengan suara mangkoknya yang tinting, dan auman kucing.
Controlled environment alias lingkungan yang terkontrol. Ini memudahkan untuk produksi yang bersifat terencana dengan anggaran yang tidak unlimited. Karena dalam memproduksi sesuatu, nambah sehari saja bisa berabe pembengkakan biayanya (sewa alat, honor, dll).
Tapi itu pilihan. Apakah kita mau merekam kehidupan dengan apa adanya atau dengan idealisme kita. Ada seorang pemain piano yang saya temukan di Bandcamp, merekam permainan pianonya di rumahnya yang berada dihutan. Ia buka jendela dan pintu, kalau tidak salah, saat merekam sehingga selain suara pianonya, kita bisa dengar juga “bocoran” dan “noise” dari lingkungan seperti suara burung, gesekan daun, cancorang, dll. Untuk mengedit suara ini tentu sulit, apalagi misal mau ngencengin suara pianonya saja tanpa memperbesar suara lainnya.
Semua itu kembali pada kebutuhan, semua ini opsional. Merekam kehidupan dengan sejujur-jujurnya, yang kadang jadi terkesan ndak niat dan penonton/pendengarnya dapat menyaksikan muka berjerawat tanpa make up. Atau mau tampil sempurna dalam keabadian. Barangkali ingin lebih sempurna dari tuhan.
Cut. Sutradara membuyarkan imajiku. Saatnya kembali ke realita dan mulai bangun pagi untuk mengais-ais rejeki Tuhan yang sudah dijamin. Terberkahilah dari segala penjuru datang, seluruh rejeki minta untuk diterima. Secara alami. Sealami-alaminya. Sehingga takutnya studio tak lagi tersewa, rejeki saling mempengaruhi. Dan tak cuma kurensi.
Bogor, 16 Juli 2025
Nihan Lanisy
Leave a Reply