Ini adalah kali pertama saya ke area Istana Negara. Mobil kami merapat, kaca kami buka. Satpam mengarahkan kami untuk maju dan kekiri.
Kiri yang mana? itu yang kami tidak tau. Akhirnya karena tidak paham tentang maksud “kiri”-nya, kami malah bablas dan parkir.
Dari kejauhan, satpam itu berteriak “Bapak itu suruh lapor malah bablas”. Nadanya kurang menyenangkan. Apa boleh tamu di bentak-bentak? Mungkin kami bukan tamu, karena kami bawa undangan. Adanya kan tamu tak diundang. Bukan, tamu bawa undangan.
Proses menyalahkan kami masih berlanjut saat kami mendekat ke Pos Pelaporan. Kata satpamnya, “Sampean itu lho, disuruh lapor malah bablas”.
Saya langsung jabat tangannya dengan kedua tangan saya. Saya sungkem, menundukkan badan. Saya berkata dengan halus dan perlahan, “Maaf ya pak, mohon maafkan saya”.
Satpam itu bingung. Ini bukan idul fitri, tapi ada yang maaf-maafan.
Satpam itu pergi, melanjutkan urusannya. Saya melanjutkan urusan saya, memasukan surat ke dropbox karena tidak boleh masuk ke gedung untuk mengantarkan surat. Alhamdulillah, gaperlu antigen hehe.
Amarah itu api. Disiram air ia mati. Maaf adalah air. Sungkem adalah air bah, banjir yang merendam kemarahan. Camkan, untuk diriku sendiri.
Pondok Cabe, 4 Agustus 2022
Nihan Lanisy
Leave a Reply