Empati Tarawih

Semalam, saya ikut tarawih. Karena anak lanang menjadi MC yang mengumumkan info ibadah malam itu. Itu saja motivasinya, jujur hehe.

Tapi karena ada di shaf kedua, saya sekalian tarawih. Formatnya 11 rakaat dengan takhiyat akhir tiap 2 rakaat. Imam shalat isya’ merangkap imam tarawih. Hafalan dan suara bagus tapi …..

Saya rasa ada yang hilang. Tarawih selesai sekitar jam 9 kurang, entah karena ceramah yang agak lama tau tarawihnya yang lama. Suratnya bukan surat-surat pendek yang dibaca. Panjang dan lama. Saya sampai ngantuk dan ada titik-titik dimana saya seperti tertidur sedetik.

Seluruh kesempurnaan itu, saya rasa ada yang kurang yaitu: empati. Jamaah shalat tentu bukan hanya orang yang suka/kuat/mampu shalat lama-lama. Ada banyak anak kecil dan orang tua, serta ada kaum seperti saya punya preferensi untuk shalat tidak dengan surat pendek yang panjang-panjang.

Niatnya mau pulang setelah 2 rakaat tarawih, namun apa daya penuh shafnya sehingga sulit jika mau keluar. Alhamdulillah saya bisa bertahan sampai akhir walaupun sambil ngantuk banget.

Tulisan ini adalah ungkapan rasa sayang saya terhadap pengelolaan masjid, semoga tidak diterima dengan sudut pandang yang lain. Semoga tidak dibaca juga, jangan-jangan cuma saya yang ndak berkenan 🙂

Masjid yang 23 rakaat dalam 10 menit sudah dikantongi juga kabarnya dari seorang kawan, saya juga gamau disitu, kecepeten. Kita sedang mencari balance. Kalau dilihat dari sudut pandang ilmu marketing, rasanya tiap masjid punya market segment-nya sendiri-sendiri ya ternyata hehe

Pondok Cabe, 6 Maret 2025
Nihan Lanisy

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *