Melamunkan Hidup

Saat punya jam kerja di kantor, hidup tak lagi secair itu. Membantu orang ada batasan waktunya, walaupun semua pekerjaan di kantor juga dalam kategori membantu juga sih.

Dari pagi sampai siang di depan komputer membuatku lelah. Bikin kopi dan memandangi pohon yang bergoyang.

Tiba-tiba ada pikiran hinggap. Seandainya hidup ini cuma perkara tolong-menolong, maka tak ada kaum rebahan yang bingung dan gamang dengan kehidupan.

Sering kita dengar orang “pengangguran” atau tak punya pekerjaan. Ya, dia tak punya pekerjaan yang secara langsung dibayar. Tapi peluang kerja selalu ada, karena selalu ada 2 tangan orang yang sudah tak mampu lagi membendung kebutuhannya.

Maksud saya, jika gapunya kerjaan bantu saja orang lain dengan tenaga dan pikiran kita. Tawarkan bamtuannya, jangan cuma menunggu. Kelak kan didapati kesibukan yang tak henti-henti. Sibuk tapi gaada duitnya, ngapain? Gasemua duit itu datang sekarang dan langsung saat kita mau. Dan gasemuanya perkara duit, kalimat ini mungkin akan banyak dilawan sama orang yang realis.

Sambil melihat pohon bergoyang, saya baru ingat sudah lama rasanya saya tidak diam dan merenung seperti ini. Hal yang dulu hampir tiap hari saya berkesempatan. Saya sesap kopinya sedikit-sedikit untuk memberi ruang pada imajinasi dalam dunianya.

Kemudian, saya melihat bahwa kehidupan ini memang dipenuhi idealisme yang berhenti dalam tataran ide saja. Tak pernah sampai kenyataan di dunia utopianya.

Saya rasa punya idealisme, punya landasan filosofi yang kuat itu penting. Karena semua bermula dari niat. Tak semua datang sekarang, masih menunggu tanah yang tepat untuk tumbuh bijinya.

Kehidupan yang saling bantu dengan ikhlas tiap hari. Karena semua bayaran akan turun pada waktunya. Seupil kebaikan, selalu kelihatan dimataNya.

Aku bukan orang baik, tapi aku pingin jadi orang baik. Bukan yang terbaik tapi yang terbalik. Dor.

Bogor, 3 Desember 2023
Nihan Lanisy

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *