Studi Kasus: Komplain Hotel

Disclaimer dulu, saya tidak mau protes atau menjatuhkan pihak hotel ya dengan tulisan ini. Ini murni untuk pembelajaran, kebetulan saya menjadi pengampu mata kuliah Pemasaran Jasa Pariwisata yang salah satu topiknya adalah “mengelola komplain”.

Ceritanya, masih sama dengan posting sebelum-sebelumnya, saya menginap di Mercure Pangkalan Bun dengan kondisi menggunakan tongkat bantu jalan/kruk. Mobilitas saya terbatas, sehingga pada pagi pertama, saya telefon ke resepsionis untuk menanyakan apakah bisa sarapan saya diantar ke kamar.

“Apakah bisa sarapan saya diantar ke kamar?”, tanya saya
“Maaf tidak bisa pak, hanya bisa di restoran”, jawab mas-nya
“Baik, terimakasih”

Perasaan saya, mengantar breakfast ke kamar pasti bisa. Karena ada room service, meskipun dengan tambahan biaya. Saya mencoba khusnudzon saja bahwa dia tidak tau kalau saya ini sedang tidak mudah mobilitasnya. Sampai restoran, saya dilayani dengan baik oleh waiternya, saya dibantu mengambil makanan dan minuman. Terimakasih

Dalam benak saya, ada kekecewaan, tapi bukan marah karena saya kurang suka marah-marah kepada pelayanan yang tidak sesuai. Saya pingin menuliskan hal ini di blog saya, supaya orang-orang tau kalau pelayanan di Mercure kurang baik. Ingat ya, disini kasusnya 1 orang salah melayani menjadikan 1 hotel terkena dampaknya. Saya memposisikan diri sebagai customer disini.

Nah, pada breakfast ke-2, saya tidak telefon, langsung turun karena tau tidak bisa diantar makanannya. Sama seperti hari sebelumnya, staf restoran sangat membantu. No problem selama sarapan.

Sewaktu saya sedang ngeteh, makanana sudah habis, ada Mas Ferry , staf hotel, yang menghampiri saya. Menanyakan kesan saya selama menginap dsb. Mumpung ada Mas Ferry, saya tanyakan saja perkara breakfast hari pertama kemarin. Ternyata seharusnya “Bisa” jawabannya. Karena hotel tujuannya adalah melayani tamunya. Mas Ferry meminta maaf dan memastikan kalau tidak akan terjadi lagi. Malamnya, ketika saya sedang jalan, Mas Ferry menghampiri saya lagi dan menawarkan langsung breakfast ke-3 apakah mau diantar ke kamar? Tentu saya mau.

Jadi apa pelajarannya? Komplain adalah bukan sebuah hal buruk. Mengapa? Karena dengan adanya komplain sebetulnya ada peluang untuk menjadi lebih dekat dengan customer. Kemudian, justru customer bisa diberikan yang lebih dari ekspektasinya, seperti Mas Ferry menghampiri saya dan menawarkan untuk breakfast diantar.

Coba saya tidak komplain, hotel tidak tau dan cerita ini bisa menyebar kemana-mana. Gara-gara 1 oknum rusak semuanya, bisa jadi.

Terimakasih Mas Ferry yang menghampiri saya waktu sarapan hari kedua dan malam saat saya mau berjalan naik ke kamar. Yang dilakukan Mas Ferry betul-betul service recovery yang asik, saya jadi senang menginap disini karena apa yang saya butuhkan terfasilitasi.

Mengapa cerita ini saya tulis? Untuk arsip bagi saya dan senangnya menemukan studi kasus nyata yang bisa saya jadikan bahan ajar. Saay memang bukan tipe pemarah untuk layanan-layanan yang saya sebetulnya tau bisa dilakukan tapi staf tidak mau extramile untuk melayani. Kebetulan saya bukan tipe raja yang suka dilayan-layani, wong piring aja kadang saya bawa ke dapur di hotel untuk mempermudah dicucu teman-teman staf hotel.

Tapi perlu diingat ya, 1 orang saja merusak suasana, seluruh perusahaan atau satu brand akan terdampak. Camkan ges, ini berlaku di industri hospitality atau apapun. Tapi semuanya pasti ada cara recovery-nya.

Semoga hidup kita selalu penuh maaf, penuh pemakluman, dan dada selapang GBK. Terimakasih Mas Ferry dan Mercure.

“Maaf apakah bisa diantar ke kamar sarapannya?”
“Bisa dengan kondisi tertentu, Bapak. Apakah saya boleh tau alasannya?”, ini mungkin jawaban yang lebih service oriented ya. Atau harusnya gimana? Tulis di komen yaa

Pangkalan Bun, 6 November 2023
Nihan Lanisy

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *