Musik, Lirik, Pantomim, dan Penonton

Alhamdulillah, semingguan lalu berkesempatanlah Jono Terbakar membuka penutupan Tur Menjura-nya Om-omq Febri Rufy dan Bang Zhai (Lain.Kata). Saya demam semenjak hari sebelumnya yang ternyata tak mereda juga di hari pentas. Sudah muncul niatan untuk mengundurkan diri, tapi rasanya ingin berangkat karena sudah janji. Salah satu pasalnya, ini adalah panggung pertama saya di Bogor setelah 10 tahun kurang lebih berhubungan dengan Bogor.

Akhirnya, dengan tenaga yang ada berangkat ke Kedai Coger Selot, di dekat Kebun Raya Bogor. Bogor habis hujan seharian, betul-betul 24jam, jadi dinginnya tak bisa dipanaskan. Tibalah waktuku tampil, setelah menyaksikan Dhomino dan Raja Dansa. Aku tampil tanpa menancapkan sesuatu ke listrik. Bernyanyi 3 lagu standar Jono Terbakar dan sembuh. Ternyata aku sakit demam panggung.

Waktu berjalan, Ambarila tampil dan kemudian puncak acara datang. Saya membantu Om Febri bersiap dan saya duduk di depannya. Gitar digenjreng, mulut dijejali lirik, dan setelah 1 lagu atau beberapa waktu, tiba-tiba ada teriakan dan gedoran. Ah, sebuah pengalaman menonton yang tidak bisa sama dengan menonton di layar. Ini dia yang kucari.

Lagu dan Pantomim saling merespon, Kadang aku merasakan, keduanya ingin menafsirkan secara literal dan kadang memang disamar-samarkan. Bang Zhai merespon ruang dengan berkeliling dan berada di antara penonton, yang mungkin sulit dilakukan jika hanya Om Febri saja yang tampil. Inilah kolaborasi, membuat yang tak mungkin menjadi mungkin.

Lagu demi lagu dinyanyikan, Penonton bernyanyi lantang saat Dialog Hujan dan Menua Bersama dinyanyikan. Lagu-lagu lain saya nikmati meskipun baru pertama dengar. Dan saya tiba-tiba harus ambil tas dan pulang duluan, sebab sakit saya datang kembali.

Meskipun tak bisa ikut bersalaman dan foto bersama merayakan tuntasnya tur, aku ingin menuliskan tulisan ini. Sebagai sebuah memorabilia yang bisa dibangkitkan lagi, karena seni mengandung daya hidup. Daya hidup yang kadang diperlukan. Karena adegan dan fragmen kesenian tak semuanya ada di dalam dunia komersial yang bisa mengenyangkan perut, perut diri apalagi keluarga di rumah.

Malam itu aku pulang dalam sakit namun bahagia dan hidup. Sebab daya hidupku sudah disetrum lagi. Tak diganti, hanya diisi ulang. Terimakasih atas inisiasinya dan kemauan untuk keliling-keliling mewujudkan yang dirasa perlu untuk diperjuangkan. Supersuwun Febri Rufy dan Lain Kata. Supersiyu

Pondok Cabe, 21 Februari 2023
Nihan Lanisy

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *