Notasi Kebisingan

Merenungi hidup dari atap rumah, ternyata hidup tak mudah. Tak ada hal yang mudah dalam hidup ini, kecuali kita anggap saja mudah. Sepakat?

Kukira, disini, kesunyian yang hadir. Tapi hampir 24jam soundscape dari kehidupan adalah kita: kicau burung peliharaan, suara mesin cuci, suara pompa air, gerinda entah dari mana, dan tentunya kenalpot yang meski tak kenal tetap terdampak.

Akhir-akhir ini menekuni prioritas dalam hidup. Beberapa orang kuanggap tidak memprioritaskan saya ataupun yang sedang kita lakukan bersama. Semua orang sibuk dengan urusan sendiri-sendiri dan baru kali ini saya tak mau jadi juru selamat, semua akan berjalan dan bergulir, izinkan aku tak jadi khilafah yang atur ini-itunya.

Semua akan berat jika dikerjakan sendiri, maka dari itu tak usah kukerjakan saja sesuatu yang seharusnya dikerjakan bersama tapi tak ada yang memprioritaskan kebersamaannya.

Dari beberapa hari terakhir, saya belajar bahwa membalas chat orang adalah menghargai orang lain. Menanyakan apa yang bisa dibantu, adalah menghargai orang lain. Memberi usulan bahkan mendebat adalah menghargai orang lain. Dan yang terpenting, kita hidup adalah saling menghargai. Memberi label harga pada diri dan orang lain, dengan setara dan sama.

Aku mulai merasakan ada rasa sakit saat ada orang bilang, “aku sibuk nih”, “aku gabisa ditanggal ini ini ini”, dsb. Kehidupan ini baru bagiku, kerja tim dengan jadwal dan kesibukan masing-masing yang tinggi.

Tapi masih, dalam hati kecilku yang sedang kusimpan di palung Mariana, hidup tentu banyak pengorbanannya. Tapi masih sedang kukaji, apakah benar kita harus selalu jadi korbannya?

Memang benar jika hidup dipikir, dihitung, dan ditimbang-timbang; tak jadi hidup kita. Hidup hanya perlu dijalani dengan kesuwungan. Belajar menerima dan memaafkan, meski kita tidak diterima dan tidak dimaafkan. Jembar atine sak lapangan GBK.

Semua orang sibuk dengan agendanya masing-masing, tentu. Semua orang punya waktu 24jam, sama. Tergantung niat dan bagaimana mengkomunikasikannya.

Semoga kedepan, segera hilang semua rasa sedih, sakit, lelah ini. Sebab, ini semua cuma senda gurau, tapi kali ini sedang tidak lucu.

Alhamdulillah, selalu ada saja yang mengingatkan bahwa kita sedang meroda dalam takdirNya. Sejauh ini, semilir angin Gunung Salak terasa nikmat dan sedikit demi sedikit membasuhku, meninabobokan.

Dari laki-laki yang suka bercerita. Semoga semua makhluk damai, sehat, berkah, bahagia. Jauhi hitam-hitam dunia, pekerjaan ini cuma sementara, kegoiban abadi.

Dilema omnivora. Dan tak ada organisasi yang begitu peduli saat kita sakit atau moksa kecuali KELUARGA, dalam bentuk apapun.

Bogor, 12 Mei 2025

Nihan Lanisy

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *