
Kalau di Jogja, makan sate kambing sudah jadi agenda rutin. Pasalnya enak, empuk, dan murah. Bisa milih sih maksud saya, mau yang kemurahan seperti Mbak Bella atau yang agak mahalan seperti Pak Pong 2. Menempuh beberapa kilometer untuk makan sate enak bersama keluarga adalah hal biasa.
Di Bogor, jarang banget makan sate kambing. Salah satu faktornya mungkin karena lebih mahal dan belum tau yang enak dan empuk. Sate kambing empuk itu salah satu faktornya karena menggunakan kambing batibul atau balibul (bawah tiga bulan/bawah lima bulan). Kambing muda yang belum alot. Thanks alot.
Tapi semalam, dalam kebingungan mau makan apa, saya lihat ada sate kambing di dekat rumah. Mungkin gasampe 1km dari rumah lah. Nama warungnya Soto Betawi Bu Novi, yang kebetulan jual sate kambing.

“Berapa seporsi, Bang?”, tanya saya
“50 ribu, sama nasi jadi 55 ribu”, jawabnya
“Pesen 1 porsi sama nasi setengah ya”, tegas saya yang nantinya saya hanya bayar 53k saja. Karena nasinya setengah. Sebuah rasa syukur, terlebih lagi gaada tukang parkirnya disitu.
Tak lama, datanglah pesanan saya. 10 tusuk sate dengan 3 potong daging per tusuk. Satu tusuknya berarti 5 ribu-an ya harganya. Saya makan sendiri. Ada orang lain sih, 1 orang dimeja sebelah saya, tapi saya gakenal. Jadi tetap, saya makan sendiri.
Baru makan 4 tusuk, saya sudah kenyang. Ini too much untuk saya, terlalu kata bang Rhoma. Tapi karena lapar, hujan, dan kadung pelan-pelan saya habiskan sambil mengunyah pelan dan lama, dagingnya juga agak alot, sepertinya bukan kambing muda. Saya menggambarkan ke istriku: seperti makan sate idul adha hehe. Bukannya tidak enak ya rasanya, tapi agak alot saja. Masih bisa makan alhamdulillah, gausah banyak komplen lu, Nihan!
Singkat cerita sudah dibayar. Saya pun merasa harus menanyakan pertanyaan agung di milenium ini pada Bang pedagang. “Kalau besok lagi saya pesen satenya setengah porsi bisa, Bang?”. Bisa, jawabnya. Jadi sate kambing ini sebetulnya tak semahal itu ya, 30k saja untuk setengah porsi (5 tusuk dan nasi, sudah bonus teh tawar hangat gratis). Mirip-mirip dengan sate di Tegal yang kami makan harganya 6.400/tusuk. Ternyata tidak harus pesen 1 porsi (10 tusuk), makan 3 tusuk saja sudah kenyang rasanya wkwk.
Saya kendarai motor pulang dengan badan yang memanas dan agak kekenyangan. Alhamdulillah.
Hujan masih belum juga reda dari awal cerita sampai penulisnya pulang ke rumah. Pagi ini dingin di Bogor.

Bonus renungan, ternyata yang makan baru saya. Anak istri belum makan, saya belokan kemudi ke sebuah kafe dekat rumah namanya Hafa, kayaknya terkenal karena ada playgroundnya deh, family oriented banget kafenya. Termasuk juga calon family oriented, soalnya banyak yang pacaran hihi. Kafenya estetik. Renungannya bukan tentang itu. Anu, istriku suka bercanda katanya kalau suka njajanin anak-istrinya, rejeki suaminya lancar. Aku gapercaya hal ini, dulunya. Tapi sekarang aku sangat percaya, semakin kita gapelit sama keluarga, semakin semakin. Sampai kadang mungkin istriku sebel karena aku bilang: kalau perlu kita makan setiap hari di Pagi Sore aja. Bangkrut sisan wis haha. Wong, rejeki ga kemana. Kita yang pergi-pergi aja pas doi dateng. Alhamdulillah.
Jadi kapan main ke Bogor?
Bogor, 5 Juli 2025
Nihan Lanisy
Leave a Reply